Halaman

Senin, 02 Juli 2012

Sudah Juli... (bagaimana dengan resolusi 2012?)

2012 adalah tahun yang menyenangkan bagi saya.
Kerja di BUMN, bagaikan seluruh impian menjadi nyata.

Kesenangan itu tidak saya lewatkan begitu saja. Saya komitmen untuk menjalani tahun 2012 jauh lebih baik oleh karena itu saya butuh resolusi untuk saya jalani di tahun 2012.

Resolusi itu saya tulis bulan November 2011 menjelang Natal. Tapi sekarang sudah Juli dan saya belum melakukan banyak terhadap resolusi saya. Resolusi saya hanya jadi data yang tersimpan dalam memopad di Blackberry. Sedang teringat akan resolusi. Maka sebelum berakhir tahun 2012 dan mengingat sekarang sudah Juli, saya ingin mengetik ulang resolusi tahun 2012, agar saya ingat dan dijalankan dengan baik.

Begini kira-kira isi resolusi dalam notes blackberry saya :

Menjelang natal di Gereja saya diingatkan tentang berkat Tuhan sepanjang tahun 2011. Kalau dipikirkan sangat banyak hal yang sudah didapatkan. Tidak cukup 1 buku tulis sidu isi 100 lembar untuk menuliskannya.
Kalau menurut kalian direkam saja, maka tidak cukup 100 keping VCD untuk mengabadikannya (lebay mode on)
Tahun 2011 banyak berkat yang ku dapat, bukan berarti tahun 2010 tidak banyak berkat ya.
Berkat luar biasa yang ku dapat adalah bisa lulus di perusahaan migas nasional.
Sesuatu yang luar biasa yang bisa kudapatkan. Semata-mata terjadi karena anugerah Tuhan saja.
Tinggal satu bulan lagi akan mengakhiri tahun ini.  Tidak ingin sama seperti tahun-tahun yang lalu dimana aku tidak pernah menyusun resolusi, maka tahun depan aku aku ingin berubah, menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih disiplin.
Resolusi akan ku susun dengan baik dan kalau ada yang gagal akan diberi hukuman. Hukuman hanya untuk memberi efek jera bagiku karena aku sada aku lemah dan terkesan "hot-hot taik chicken" alias panas-panas taik ayam.
 Aku mulai resolusi ku : dari waktu. Aku akan lebih disiplin dengan waktu.
1.  Membaca buku minimal 1 jam sehari dengan total buku yang dibaca 7 buku selama 1 bulan, dengan kriteria buku minimal 2 buku hukum.
2.  Saat teduh atau baca renungan setiap subuh (kira-kira jam 5) minimal 30 menit. Semata-mata untuk menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan.
3.  Setiap kali janji bertemu dengan teman atau siapapun minimal 10 menit sebelum jadwal sudah harus hadir di tempat.
Hanya sedikit resolusi yang ku buat dan sekarang sudah Juli namun dari semua resolusi itu baru yang nomor 2 yang dilakukan sesekali. Huuh... orang macam mana aku ini? Bagaimana dengan hukumannya? 
Karena saya orang yang pemaaf, maka terhadap kegalalan resolusi itu saya memaafkan diri saya saja. 


Untunglah diingatkan kembali dari memopad blackberry. Belum terlambat untuk melakukan resolusi dan menambahkan beberapa lagi dalam resolusiku.


Maka inilah tambahan resolusiku untuk tahun 2012 :
1. Mengurangi intensitas menggosipkan orang lain karena memang tidak ada untungnya. 
2. menyisihkan 1/10 gaji bukan untuk diri sendiri
3.  Mengingat moment penempatan wilayah kerja sudah dekat, maka pelayanan menjadi resolusi tahun 2012 juga. Di kota manapun akan ditempatkan, aku harus menjadi guru sekolah minggu lagi. Melayani Tuhan melalui anak-anak kecil ^_^. Hal yang sudah lama ku rindukan.

Mengawali bulan Juli dengan resolusi tengah tahun tidak masalah. Yang penting tetap semangat. Tidak ada kata terlambat untuk mengubah diri menjadi lebih baik dan dipakai untuk kemuliaan Tuhan.



Semoga langkahnya dipermudah di tahun 2012 ini.




Kamis, 28 Juni 2012

Tentang Uang

Kali ini saya ingin membahas tentang uang.
Bukan karena saya orang paling kaya yang berlebihan uang dan bukan pula karena saya orang miskin yang tak beruang setiap saat (karena biasanya diakhir bulan saya masih sering gak punya uang, makanya bukan setiap saat)
Diawali dengan pengalaman saya waktu kuliah sebagai anak kos-kosan dengan uang yang pas-pasan. Uang bulanan yang saya terima Rp500.000/bulan, untuk ongkos, uang makan, dll diluar biaya kosan karena uang kosan biasanya dibayarkan setahun.
Untungnya saya dapat beasiswa selama saya kuliah. Meskipun pembayaran beasiswa tersebut tersendat-sendat, tapi lumayan untuk nambah beli buku, makan di warung steak dan tempat nongkrong lainnya, buat gaya-gayaan ke salon dan gaya-gayaan anak kuliah dengan uang pas-pasan lainnya.
Dengan adanya beasiswa dan uang bulanan bukan berarti saya tidak terlepas dari keadaan krisis. Sering pencairan beasiswa terlambat atau kadang uang bulanan juga terlambat ditransfer, dalam keadaan seperti itu biasanya saya mengutang ke teman-teman yang punya uang bulanan lebih banyak.
Teman-teman kuliah sekaligus teman lingkungan kos-kosan saya lah yang sangat membantu saya dalam keadaan-keadaan sulit.
----

Memasuki dunia kerja, kejadian-kejadian seperti itu masih sering saya alami. Terlepas dari borosnya saya atau mungkin karena gaji saya masih kecil, keadaan kurang itu pun masih sering saya alami (semoga setelah kenaikan gaji nanti saya sudah bisa lebih baik).
Tak jarang saya masih beberapa kali meminta bantuan kepada beberapa teman. Dari beberapa teman itu saya menyimpulkan beberapa karekter teman yang harus diketahui sebelum meminjam uang :

Orang yang tulus, ciri-cirinya :


Dia akan membantu kita semampu dia.
Kalau lagi tidak punya uang cukup, biasanya dia memberi kita seberapa yang dia punya.
Seringkali dia lupa berapa jumlah hutang orang tersebut
Sebelum memberi uang, biasanya dia juga akan mendengarkan curhatan hati kita saat kurang uang


Orang yang pelit, ciri-cirinya :


Saat kita meminjam uang darinya biasanya dia akan bilang gak punya uang (padahal gajinya bisa hampir 10   juta)Biasanya jawabannya seperti ini :
sorry von, aku juga lagi sekarat, uangku ga ada (padahal gajinya 15juta sebulan karena bekerja di perusahaan minyak asing)
Kalau dia memberikan pinjaman, biasanya dia akan menagih dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya dan hampir menerorRp10.000 saja kita kurang membayar, biasanya dia akan tetap menghitung dan menagihkan kepada kita, dengan omongan seperti ini :
“eh, teringatnya Rp10.000 lagi belum kau kasih ya kemaren, von?
Kalau kita membayar lebih, biasanya dia tidak akan mengingat untuk memberikan kembaliannya kepada kita. Mungkin dalam hatinya, lumayan dapat tambahan bunga. 
Orang yang membantu dan suka mengungkit-ungkit kebaikannya, ciri-cirinya :
Seringkali dia mengungkit kebaikannya saat berkumpul dengan teman-teman. kalau sudah pernah ketemu orang seperti ini jangan pernah lagi meminjam uang kepadanya atau akan makan hati (minumnya tetap teh botol sosro)
Saat kita memakai uangnya pasti dia akan berkata : eh, von bukunya kau beli pake uang ku bukan?”, perkataan itu akan dikeluarkan di depan orang banyak.
Atau sambil bercanda dengan teman, dia akan menyelipkan kata-kata perihal hutang kita. Contohnya : “eh von, utangmu kapan mau kau bayar?”
Pokoknya akan mengeluarkan kata-kata yang akan memalukan kita atau meninggikan dia di depan umum.
Melihat keadaan-keadaan seperti itu, membuat saya mengambil sikap. Belajar untuk memiliki sikap yang baik dan tulus saat memberi pinjaman, saat saya memiliki uang yang banyak, saat teman benar-benar membutuhkan bantuan. Tidak membuat teman yang lagi berhutang menjadi malu, tidak mengungkit-ungkit pemberian, ya secara keseluruhan benar-benar tulus untuk memberikan yang terbaik buat teman. Karena terkadang teman juga malu untuk berhutang, tapi ya terpaksa demi kelangsungan hajat hidup.
Pada dasarnya uang hanya titipan. Kalau kita dikasih lebih, berarti harus memberi kepada yang kekurangan. Kalau kita dikasih kurang, masih bisa dibantu oleh teman yang lebih hanya asalkan jangan lupa membayar. Selain itu, usahakan untuk tidak hidup dalam hutang. Kasihan juga kalau orang terdekat atau teman terus-terusan kita hutangi.

Uang jangan disimpan untuk diri sendiri, karena jika disimpan untuk diri sendiri uang tidak ada gunanya. Dari definisinya saja uang adalah alat tukar yang dapat diterima secara umum. Jadi uang kita akan menjadi berharga apabila dipergunakan untuk orang lain (umum). 
Bukan berarti melarang untuk menabung. Tidak… saya malah mendukung gerakan menabung.

Tapi setelah uang ditabung, jangan menjadi pelit dan kikir. Berbagilah dan saling tolong menolonglah dalam menanggung bebanmu, salah satunya dengan berbagi dari uang yang kita dapatkan. Jangan menjadi orang yang cinta uang, tapi jadilah orang yang cinta sesama dan cinta Tuhan, karena kalau kita cinta uang ujung-ujungnya adalah dosa.

sumber : http://mitramatre.wordpress.com/2007/11/12/hello-world/



Minggu, 03 Juni 2012

Hal Menghakimi


Diawali dengan insiden kurang sopan yang saya lakukan pada saat bercanda. Sambil tertawa terbahak-bahak saya secara refleks memegang kepala seorang teman sebut saja teman H. Tidak bermaksud untuk menghajar atau melakukan hal yang salah dengan kepala itu, tapi sekedar hanya bentuk respon atas tawa yang berlebihan dan ungkapan hubungan pertemanan yang dekat.

Teman F yang melihat hal itu langsung menegur saya di depan teman-teman yang lain yang saat itu sedang ramai berkumpul. Dia menegur dengan logat Sumateranya yang khas dan ditambah dengan sedikit bumbu nyolot dan culas (karena memang teman saya itu pembawaannya sedikit culas):

“Gak sopan kali pun megang-megang kepala orang. Emang kau mau kepalamu dipegang trus ditempeleng sama orang?”

Saya yang mendapat teguran, seketika tersinggung, karena cara dia menyampaikan benar-benar menghakimi saya sebagai orang paling bersalah di dunia saat itu. Merasa sebagai terpidana karena sudah menempeleng kepala orang (padahal saya sedang tidak menempeleng kepala orang lain loh). Dalam hitungan detik, hati saya membuat pembelaannya sendiri.

Loh, aku gak nempeleng kepala si  H kok. Lagian teman yang saya pegang kepalanya diam saja, tidak tersinggung. Kayak dia gak pernah melakukan hal itu saja?

Saya ingin mengeluarkan kata-kata pembelaan itu dengan cara yang lebih nyolot daripada teguran yang diberikan kepada saya. Tapi langsung saya terdiam, menahan dalam hati dan keluarlah kata-kata yang sedikit lebih lembut:
Gak kok, aku cuma becanda.

Kemudian ditimpali lagi oleh teman saya F dengan logat yang lebih culas dari sebelumnya :
Kan gak mesti kepalanya juga.

Saya berfikir, sudahlah tidak usah diteruskan. Mungkin maksud teman memang baik. Saya diingatkan untuk tidak salah dalam bercanda dan tidak macam-macam dengan kepala orang. Saya kemudian diam, sambil dongkol dalam hati. Masih tersinggung dengan cara tegurannya yang culas dan nyolot.

Sebulan kemudian, saya dan teman saya tadi bersama teman yang lain sedang jalan-jalan untuk rekreasi dari Dipati Ukur Bandung menuju Sari Ater. Kita naik mobil teman yang berasal dari Yogyakarta dan teman saya yang menyetir sendiri mobil tersebut.  Teman yang tadi menegur saya duduk tepat di belakang bangku supir. Sambil jalan, kita bercanda-canda di dalam mobil sambil saling mengejek, teman saya yang sedang nyetir juga ikut-ikutan. Hingga akhirnya candaan kita menyinggung perasaan si teman yang menegur saya. Teman saya itu tersinggung, langsung mendeplak dari belakang kepala teman saya yang sedang menyetir mobil tadi sambil mengeluarkan kata-kata yang culas dan nyolot juga.

Teman saya yang seding nyetir langsung marah : “Iya, gw kan cuma becanda sama lu. Jangan main teplak kepala dong. Gak sopan banget sih lu!!!”

Mungkin karena dia dari Yogyakarta yang masih kental dengan tata karma hingga jadi sangat tersinggung dengan perlakuan teman saya tadi. Seketika mobil menjadi diam. Karena memang nada teman saya itu marah luar biasa karena dia tersinggung sekali kepalanya diteplak.

Saya yang melihat hal itu langsung berkata dalam hati, “perasaan dulu dia yang negur saya untuk tidak bercanda dengan kepala orang. Eh ternyata dia juga seperti itu, malah lebih parah dari yang pernah saya lakukan. Dasar…. Itu sama saja dengan istilah: selumbar di mata orang lain keliatan, tetapi balok dalam mati sendiri tidak keliatan. Dia terlalu gampang menegur saya, sementara kelakukannya sendiri masih lebih salah dari yang saya lakukan. Seharusnya dia keluarkan dulu balok yang didalam matanya baru bisa melihat dengan jelas selumbar yang di dalam mata saya.
Begitulah yang terjadi. Teman saya menghakimi saya, eh ternyata kemudian dia dihakimi dengan penghakiman yang sama yang dia lakukan terhadap saya.
Lantas dalam hal ini, apakah saya yang menulis cerita dalam blog ini benar? Tidak…. Justru dengan tulisan ini sebenarnya saya juga sedang menghakimi teman saya sendiri. Menghakimi bahwa teman saya itu telah melakukan hal yang lebih salah dari apa yang saya lakukan.

Jadi, apa maksudnya saya menulis hal ini? Hahahaha.... Saya ingin menyampaikan agar kita jangan terlalu gampang menghakimi orang lain. Kalau teman ada yang salah, tegur dia dibawah 4 mata saja, jangan di depan umum, karena sama saja dengan menghakimi.
Perbaiki diri kita hari demi hari. Memperbaiki diri sama saja dengan “mengeluarkan balok dari dalam mata kita”. Sehingga kita bisa lebih jelas melihat selumbar di mata teman kita.

Mulai hari ini, yuk… kita sama-sama STOP MENGHAKIMI ORANG LAIN. Perbaiki dan nilai diri kita sendiri baru orang lain.
Mari saling mengingatkan (ingatkan saya juga bila mulut saya terlalu suka menghakimi orang lain)

Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu



Selasa, 29 Mei 2012

D O S A


Bagaimana rasanya saat kita menggaruk bagian tubuh yang gatal? Pasti rasanya sangat tenang dan menyenangkan, seakan-akan rasa gatal yang sedari tadi bergerak-gerak dan menari di atas kulit kita dihusir jauh-jauh. 

Tapi coba kalau kita hentikan kegiatan menggaruk tersebut sebentar saja. Ada timbul rasa jengkel dan resah karena rasa gatal terus mengganggu. Akhirnya kita lanjut untuk menggaruk bagian tubuh yang gatal itu lagi..lagi..lagi… hingga terasa lega. Tanpa kita sadari kuku kita telah melukai bagian tubuh yang gatal tadi. Kita tidak sadar karena sedikit demi sedikit kelukaan itu sudah kebal bagi tubuh.  Tidak akan terasa sakit lukanya sampai akhirnya tersentuh air. Saat tersentuh air, air akan mengenai luka itu sehingga bagian yang kita garuk tadi mulai perih dan menusuk.

Itulah yang terjadi dengan manusia yang hidup dalam dosa. Dosa itu menari-nari dalam pikiran dan hati kita. Menggoda untuk diikuti. Sesekali masih bisa dielakkan, kita masih tenang dan tidak diusik oleh nafsu dosa. Sampai akhirnya kita tertarik untuk mencobanya.

 “Sepertinya akan lebih enak jika aku ikuti kedosaan itu. Toh cuma sekali saja, tidak mungkin diulang kedua kali.” Itu kata-kata kompromi yang selalu keluar dari diri kita saat pertama kali berbuat dosa.

Berbekal sedikit perasaan bersalah, kita lakukan dosa. Setelah dilakukan, perasaan bersalah makin besar, takut ketahuan, dan takut-takut yang lainnya. Tapi mulai diimbangi dengan kompromi yang timbul lagi dalam hati. “Ah.. gak apa-apa kok, kamu cuma melakukannya sekali, gak akan ada yang tahu. Besok janji tidak akan diulangi lagi.”

Ternyata setelah dilewati, memang benar tidak terjadi apa-apa, malah lebih lega. Masalah bisa sedikit terselesaikan. Ya kalau begitu, besok melakukan dosa lagi gak apa-apa. Lebih nikmat malah. Sedikit-sedikit mengambil uang perusahaan tidak ada yang tahu, toh untuk keperluan orang susah seperti saya juga, begitulah contoh kompromi dosa yang mungkin timbul. Atau mungkin: selingkuh sekali saja kan ga masalah, selama tidak menghamili perempuan saja.

Setahun, dua tahu, tiga tahun, tidak ada yang tahu. Sama seperti menggaruk tadi, sekali, dua kali, tiga kali digaruk tidak terasa sakitnya. 
Hati nurani sudah mengingatkan, tapi sering diabaikan karena sudah terbiasa dengan nikmatnya dosa. Tidak ada takut lagi kepada Tuhan. Sampai akhirnya, dosa itu terungkap dan diketahui orang lain barulah kita merasakan perih dan sakit. Menyesal mengapa melakukannya dulu, mengapa terlalu berlebihan melakukannya, dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Menyesal dan bertobat setelah keadaan menjadi lebih buruk. Bagus kalau bertobat, bagaimana bila tidak bertobat atau tidak ada waktu untuk bertobat? Hanya Tuhan yang bisa memberikan konsekuensinya.


Manusia tidak akan luput dari dosa. Tapi mulai bijaksanalah. Bila dosa itu sudah dilakukan dan hati nurani sudah mengingatkan, segera berhenti. Ambil jalan yang benar lagi. Karena dosa itu memang enak rasanya, melegakan, sesaat bisa menyelesaikan permasalahan, tapi efeknya akan menyakitkan di kemudian hari.
Sebelum terasa sakit, stop melakukan dosa yang berulang dari sekarang.

BERTOBATLAH SELAGI MASIH ADA WAKTU..... KARENA DOSA ITU NIKMAT UNTUK DILAKUKAN TUBUH, TAPI TIDAK BAIK UNTUK ROH.

Membayar Nazar 2 (part 2)

Babak baru pun saya mulai.

Saya tidak akan bercerita banyak tentang babak baru kehidupan awal sebagai siswa Perusahaan Migas.
Akan saya ceritakan di judul yang lain. Ini lebih bercerita tentang memenuhi janji setelah mimpi-mimpi terpenuhi.

Diawali dengan daftar ulang di Learning Center, masuk ke asrama dan mendapat teman sekamar baru (Helen dan Marsha).
Berkenalan dan tinggal satu kamar selama 4 bulan cukup membuat kita dekat dan saling terbuka.
Dan kita pun saling bercerita tentang pengalaman sampai bisa sampai ke Perusahaan Migas ini.

Untuk sebulan pertama tinggal di asrama rasanya penuh tekanan. Banyak alasan yang bisa membuat saya tertekan, mungkin karna saya kurang enjoy dengan kegiatan di sana, harus mengenal orang-orang baru, selain itu ditopang dengan gaji yang kurang dari sejuta tipa bulan rasanya sangat tidak enak. selain itu kita tidak bebas untuk keluar masuk asrama. Rasanya seperti burung dalam sangkar. Makanan dan kebutuhan hidup tersedia, tapi kebebesan sangat dibatasi. 
Tapi itu hanya berlangsung sebulan, setelah itu saya sudah bisa menikmati kehidupan asrama. Ditambah dengan teman-teman se-divisi saya semuanya sangat-sangat menyenangkan.


Setelah 4 bulan tinggal di asrama Learning Center, akhirnya saya dan teman-teman yang lain dilepaskan untuk siap berkarya di tempat-tempat yang sudah ditentukan.
Saya mendapatkan 3 lokasi untuk berkarya. Diawali dengan daerah Sumatera Bagian Selatan (Plaju, Palembang dan Prabumulih), Balikpapan dan terakhir kembali ke Jakarta.


Senang rasanya bisa berkarya dan bekerja kembali. Tapi ada yang mengganjal pikiran saya, yaitu nazar saya belum saya penuhi atau saya bayar. Tapi saya belum siap untuk botak, karena belum menyiapkan wig untuk menutupi rambut saya kalau botak. Apa kata atasan dan teman kantor saya seandainya mereka melihat ada wanita botak.Bisa-bisa penilaian magang saya mendapat nilai yang jelek dan saya dicap sebagai orang aneh.
Jadi saya putuskan untuk menunda sebulan lagi sambil saya berdoa minta ditunjukkan tempat menjual wig yang bagus dan cukup di kocek saya.


Sebulan berlalu. Tiap malam saya dihantui oleh nazar yang belum dibayar lunas sampai kebawa dalam mimpi. Semoga saya masih dikasih waktu.
Tanpa sengaja, saya dan kedua teman saya sedang berjalan-jalan ke salah satu mall di Palembang, dan di situ saya melihat sebuah toko yang khusus menjual wig. Bukan suatu kebetulan pikir saya.
Singkat cerita saya beli wig tersebut.
Setelah membeli wig, saya tidak langsung membotaki rambut saya. Butuh keberanian untuk melakukannya. 


Saya hanya merasa bodoh, sepertinya nazar itu tidak perlu dilakukan. Tuhan pasti maklum kok dengan keadaan saya, pikir saya dalam hati. Tapi kemudian saya diingatkan tentang kesetiaan.
Bagaimana seandainya Tuhan bukanlah Tuhan yang setia dengan perkataanNya? Dia setia, karena itu dia mau anak-anaknya juga setia.
Bagaimana seandainya Tuhan tidak meminta membayar nazar tapi lebih menuntut kepada kesetiaanmu akan perkataan yang sudah pernah kau ucapkan dengan sungguh-sungguh, mau kah kamu melakukannya? Atau bagaimana ini sebagai ujian mu, dimana Tuhan mau melihat kesetiaanmu. Meskipun dengan perkataan yang sepertinya bodoh.

Lama ku doakan dan bicarakan dengan Tuhan. Selain itu saya juga bertanya ke banyak orang tentang janji di hadapan Tuhan, apakah harus dipenuhi atau boleh diganti? Tapi sebagian jawaban mereka menganjurkan agar memenuhi janji saya tersebut.


Dengan mengumpulkan keberanian, akhirnya saya beranikan diri untuk membotak rambut saya. Wig sudah tersedia, alat cukur juga ada, yang kurang hanya keberanian untuk melakukannya.


Bodoh memang, tapi alasan saya ingin melakukannya hanya untuk membuktikan bahwa saya setia dengan perkataan saya. Susah dijelaskan dengan kata-kata mengapa saya bisa berani mengambil keputusan itu. Bagi perempuan, rambut adalah hal yang berharga, sehingga membotak rambut bisa dianggap sebagai keanehan yang diambil oleh perempuan. Gak tau mengapa juga keberanian itu bisa muncul. Mungkin ada keberanian yang terbentuk dari hasil perbincangan saya dengan Tuhan dalam waktu beberapa bulan J


Akhirnya hati sudah bulat. Tanggal 4 Februari 2012 saya putuskan untuk eksekusi pembotakan. Pelaku pembotaknya sendiri teman saya, kebetulan dia selalu membawa mesin penyukur rambutnya kemana-mana.
Saya lega dan bisa berkata bahwa saya menepati janji saya.
Dan saya memakai wig untuk beberapa bulan hingga rambut saya tumbuh :p


tidak kelihatan seperti wig kan?







Bukan untuk ditiru oleh banyak orang. Setiap orang boleh membuat janjinya sendiri dihadapan Tuhan.


Kamis, 16 Februari 2012

Membayar Nazar (Part 1)

Berawal dari mimpi dan cita-cita mendapat pekerjaan di perusahaan oil and gas milik negara dan keinginan mendapat rambut yang lebih bagus, saya secara gampangan mengucap satu nazar, dengan saksi adik saya sendiri.


kalau kakak lulus, kakak rela dibotakkin deh. Sekalian memperbaiki rambut. 
 Begitu saja kata-kata itu terlontar. Di dalam gereja, sewaktu pembacaan firman berlangsung. Dalam hati saya (yang kuingat sekarang), jika Tuhan mengijinkan saya lulus di perusahaan oil and gas itu,  Dia juga mengijinkan saya untuk mencukur rambut dan akan menumbuhkan rambut yang lebih bagus.


Itulah awal kejadian mengapa bisa ke cerita saya saat ini.Hingga mimpi itu pun terwujud.


Selang beberapa bulan setelah perkataan itu (saya lupa juga mana yang lebih dahulu terjadi), saya mengikuti medical check-up. Suatu tahapan yang harus dilalui sebelum lulus menjadi pegawai di perusahaan oil and gas.
Deg-degan campur dengan rasa takut muncul semua hari itu. Deg-degan bisa lulus tidak dan takut bagaimana kalau ada penyakit yang muncul yang aku ketahui setelah medical chek-up? Tapi semua harus dijalani, tidak ada pilihan lain.


Tahapan medical check-up nya panjang. Pertama-tama kita disuruh mengisi formulir, kemudian masuk ke lab untuk diambil darahnya, ke poli gigi, periksa toraks/paru, USG Perut, menampung urin, tes buta warna, penglihatan, pernapasan, pendengaran, cek umum oleh dokter, dan lari sejauh 1,6 km. Sewaktu cek umum oleh dokter, kita disuruh untuk membuka baju bagian atas seluruhnya, kemudian dokter akan melakukan cek. Tenang saja, perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki kok :D
Dokter mulai memeriksa, lutut, mulut dan tibalah dia memeriksa bagian penting, payudara. Dokter mulai meraba dan sepertinya dia merasakan benjolan di kedua payudara saya. "Kok ada benjolan, sakit ga mba?" tanya si mba Dokter. Saya jawab saja, "tidak". Deg-degan, detak jantung saya makin cepat, apakah itu gejala tumor?


Selesai periksa sana-sini, saya bertanya lagi : "Dok, emang benjolannya apa? Bahaya kah kira-kira?
"Kita rujuk kamu untuk cek lagi, ya. Supaya kamu lebih tenang," begitu jawab si dokter.
Deg-deg-deg... Jangan-jangan itu benar tumor. Tapi coba ku hilangkan dengan berpikiran positif.
Akhirnya tahapan itu selesai juga, dan ditutup dengan lari sejauh 1,6 km di Lapangan Banteng. Saya senang, tidak ada tanda-tanda akan dirujuk untuk check ulang, saya melewati persiapan lari dengan senyuman.
Hingga akhirnya tiba di Lapangan Banteng, saya mendapat shock terapy. Salah seorang petugas medis memanggil saya dan memberikan surat rujukan tepat sebelum saya lari.
Tulisannya : USG Mamae di bagian Radiologi RSPP.


Shock dan bagi saya saat itu, lari tidak perlu dilakukan. Perusahaan mana yang mau menerima orang yang menderita tumor.
Saya berusaha menahan tangis saat itu, malu dilihat peserta yang lain. Surat rujukan dimasukkan ke dalam tas, dan aba-aba untuk baris dan mulai lari sudah ada. Saya berusaha untuk berpikiran positif. Tidak semua benjolan berarti tumor, kalaupun iya saya masih punya Tuhan yang ajaib yang bisa menciptakan bumi, yang bisa menyembuhkan, masih ada harapan untuk sembuh dan mendapat mujizat besar meskipun itu hanya 10%. Tuhan itu ajaib, itulah yang saya pikirkan dan segera saya putuskan untuk ikut lari.


Sambil berlari saya juga menahan untuk tidak menangis, tidak menjadi orang yang cengeng. Tapi orang dalam kesedihan, bagaimanapun caranya sedikit airmata keluar juga. Satu putaran lapangan saya isi sambil menangis dan berbincang-bincang denganNYA.
"Aku gak kuat Tuhan. Aku hanya orang berdosa yang punya banyak salah, yang layak mendapat hukuman. Tapi apakah harus dihukum dengan penyakit dan tidak berhak bekerja di perusahaan yang bagus? Apakah ini yang terbaik buatku? Apapun itu, aku hanya percaya kalau Engkau punya rencana yang indah. Apapun hasil pemeriksaan besok, tolong Tuhan yang kuatkan orangtuaku yang menaruh harapannya pada ku."
(Setiap mengingat kejadian ini, saya masih sering menangis).
Untuk menghibur hati, saya berlari sambil menyanyi lagu Sekolah minggu : Ku menang..ku menang di dalam Yesus Tuhan, sambil berlari dan sambil menangis.
Laripun berhasil saya lewati dengan waktu yang bagus. Perjalanan pulang, saya masih menangis.




Untung ada seorang sahabat setia yang ada mendukung dan menghibur. Natalia Samosir namanya. Dengan adanya dia, saya bisa sedikit lebih tabah.


Pulang dari medical check-up saya kembali ke Depok dengan menggunakan KRL Jabodetabek. Di dalam kereta yang masih sunyi itupun saya masih menangis, sedikit ingin berontak kepada-NYA, tapi dalam hati terdalam hanya berkata :"siapa kamu mau berontak kepada Yang Maha Kuasa?"


Akhirnya dalam perjalanan kembali ke Depok, saya hanya bisa menangis terisak hingga tertidur. Hingga tidak peduli lagi dengan tatapan penumpang di dalam kereta itu. 
Hanya ingin diam dan menangis hingga lelah.




Perjalanan itupun berakhir di Stasiun Depok. Sampai di kosan pun saya hanya bisa menangis. Menangis hingga tertidur. Berharap hari ini dan vonis dokter itu tidak pernah ada. Berharap besok ada hal yang baik terjadi.




Pagi harinya, saya putuskan untuk secepat mungkin membuktikan kebenaran vonis dokter itu. Dan entah dapat penguatan dari mana, dalam hati saya tahu bahwa saya kuat untuk menghadapi apapun hari itu. 


Saya check-up ke RSPP sendiri. Selama chek-up, saya hanya berdoa dalam hati. "Tuhan, jikalau Engkau berkenan, tolong jauhkan penyakit ini dari saya. Atau jika ini memang harus terjadi, kuatkan saya."


Dokter memeriksanya sangat teliti. Hampir 45 menit saya diperiksanya. 


Hasilnya :


"Enggak ada Tumor, kok. Cuma pengaruh hormonal saja. Nanti hasil rontgen bisa kamu ambil di bagian depan ya. Kamu normal kok"


Dan saya hanya bisa bernyanyi riang sambil berkata : "Terima kasih Tuhan"


DIA sanggup ubah tangisan menjadi kebahagiaan hanya dalam hitungan jam...




Akhirnya setelah beberapa bulan selang medical chek-up tersebut, datanglah pengumuman yang menyatakan saya lulus tes dan diterima bekerja di perusahaan oil and gas itu. Sangat membahagiakan. 


Tahapan-tahapan yang berdarah-darah dan penuh airmata akhirnya memberikan kebahagiaan. Dream Comes True..


Bersamaan dengan kebahagiaan itu, ada babak baru yang harus dimulai. 
Saya harus botak...sesuai dengan janji saya di awal.


Tak mengapa. Saya harus setia dengan janji saya, sebagaimana DIA setia dengan janji-NYA.


Senin, 16 Januari 2012

Mana Yang Lebih Baik?



Dalam suatu Suku yang terkenal besar dan terkenal akrab dengan suku lainnya, tertuang salah satu titah Raja yang menyatakan untuk tidak memberikan salam menurut bahasa suku mereka kepada suku lain dan mengucapkan selamat kepada suku lain saat suku lain merayakan ulang tahun raja mereka. Atau secara singkat Suku Besar itu hanya boleh memberi salam kepada sesama Suku Besar dan hanya boleh merayakan ulang tahun dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Raja Suku Besar.

Siapa saja yang melanggar titah Raja itu dianggap sebagai penghianat dan akan diberi hukuman : keluar dan dikucilkan dari suku, karena dengan memberi salam dan ucapan selamat maka orang itu dianggap menjadi bagian suku lain.
Berpuluh-puluh tahun Sang Raja memerintah dan rakyatnya hidup dalam kecukupan, berbahagia, hidup rukun dengan sesama dan selalu memuji-muji Raja. Semua titah Raja mereka ikuti dan sungguh sang Raja sangat kharismatik di mata rakyatnya.


Sampai akhirnya Raja meninggal. Tapi titahnya masih terus diikuti karena dianggap memberi aturan yang baik untuk kehidupan Suku Besar tersebut. Seiring dengan bergantinya tahun keturunan Raja dan orang-orang yang mengagumi Raja semakin banyak.

Tahun berganti tahun dan jaman kerajaan berganti juga menjadi masa kejayaan komputer. Suku yang besar tadipun sudah mulai mengikuti masa kejayaan itu. Beberapa titah Raja yang sudah tidak sesuai, dikesempingkan oleh Suku Besar tersebut. Suku itupun mulai hidup dalam kecemaran. Sering mereka melakukan beberapa perbuatan yang tidak sesuai dengan Titah, diantaranya mulai mabuk-mabukkan, mencuri, melakukan fitnah dan tindakan yang tidak terpuji. Sebagian dari Suku Besar itu mulai meninggalkan titah Raja, namun masih ada beberapa orang yang masih hidup sesuai dengan Titah.

Suku Besar tadi, tetap hidup berdampingan dengan suku yang lainnya. Dalam kehidupan yang berdampingan itu, mereka mulai memberi salam kepada bukan yang sesuku dengan mereka dan menerima salam juga dari yang bukan sesuku. Tak jarang mereka pun ikut memberi ucapan selamat kepada suku lain yang merayakan ulang tahun raja mereka.

Orang-orang yang masih keturunan Raja tidak terikut dengan pelanggaran yang terjadi, bahkan mereka masih memuja ajaran dan Titah Raja. Mereka mulai melihat bahwa keadaan sekarang sudah tidak sesuai dengan ajaran Raja dahulu.  Mereka mulai mendakwahkan kembali Titah-titah Raja yang sudah lama dilupakan, merangkul orang-orang yang masih hidup sesuai dengan Titah Raja agar mereka kembali menegakkan Titah Raja yang telah memberikan masa-masa keemasan untuk mereka. Hingga akhirnya sebagian besar dari Suku tadi mulai menghidupi Titah Raja lagi sehingga mereka menjadi sangat kharismatik hidupnya.

Namun , terjadilah hal-hal yang mulai bergesekkan. Antara Suku Besar dengan Suku lainnya.

Saat suku lain datang, mereka menganggap suku lain itu sebagai bukan bagian dari mereka. Mereka tidak lagi mengucapkan salam kepada suku lain. Karena sesuai titah Raja, jika mereka mengucapkan salam kepada suku lain mereka adalah bagian dari suku itu dan bukan bagian istimewa dari Suku Besar. Saat suku lain merayakan peringatan hari ulangtahun raja mereka, maka mereka sudah tidak lagi mengucapkan selamat, karena mereka takut dihukum.


Tapi dalam perbuatannya, tak jarang juga mereka yang sudah kembali kepada Titah Raja masih terjatuh dalam berbagai pelanggaran dan kecemaran. Mereka mulai mengambil hak yang bukan hak mereka secara diam-diam, melakukan tindakan-tindakan kecurangan yang kecil, mereka membunuh orang yang bukan dari suku mereka, mulai membenci orang yang tidak sesuku dengan mereka dan pelanggaran kecil lainnya.

Manakah yang lebih buruk apabila melanggar titah raja tadi? Manakah yang lebih pantas mendapat hukuman apabila dilanggar oleh Suku Besar itu? Memberi salam kepada orang yang bukan sesuku dan ucapan selamat kepada yang bukan sesukukah atau melakukan kecurangan-kecurangan kecil yang merugikan orang lain? Memberi salamkah atau mengambil hak yang bukan hak mereka secara diam-diam? Apakah salah kalau hanya memberi salam dan ucapan selamat kepada orang yang bukan sesuku?

Suku itu tidak salah, tidak juga raja yang salah. Tapi hanya mengapa titah raja tidak bisa fleksibel mengikuti kasih kemanusiaan yang tidak memandang suku dan selalu bergerak kepada siapa saja yang membutuhkan.

"Ujilah segala sesuatu dan lakukanlah yang baik"

hanya ilustrasi untuk membuat hidup sedikit lebih baik....






Jumat, 06 Januari 2012

EDELWEISS


Story created by me....
Only happened in my delusion.

EDELWEISS

Sudah tiga hari Sony gak datang ke kampus. Apa mungkin sakitnya kumat lagi atau dia lagi ada masalah ya? Tapi masa dia gak curhat ke Aku. Aku kan pacarnya. Tega benar sih dia buat aku bingung nyariin. Aku udah nanyaiin teman-teman dekatnya di kampus tapi gak ada yang tahu. Ke mana ya anak itu?
Atau mungkin dia benar-benar sakit. Saat itu juga aku langsung menghubungi ke rumahnya. “Hallo, selamat siang,” sapa suara dari seberang.
“Siang, Tante. Ini Cecil, Sonynya ada Tan? Kok Udah tiga hari dia gak masuk kuliah? Dia ke mana ya?”
“Lho, Cecil bukannya pergi studi banding bareng Sony? Sony bilang mau tour ama kamu, ada acara kegiatan kampus”
Ha, pergi studi banding? Sony pergi studi banding? Berarti dia bohong dong sama Mamanya, mana dia bawa-bawa nama Aku lagi. Gimana nih Aku jawab. Kalo Aku bilang enggak, ntar mamanya khawatir lagi.
“Halo, nak Cecil, gimana? Masa gak bareng Sony? Jadi Sony ke mana ya?”
Wah, si Tante udah mulai khawatir nih. Gimana ya? “Oh…, studi banding yang itu, Tan. Cecil baru ingat. Kemaren emang Sony ngajakin saya, cuma Cecil gak ikut karena Cecil ada acara keluarga di rumah kemaren, Tan”, ujarku seraya berbohong ke mamanya Sony.
“Acara keluarga apa, Cil?”
Ha???? Mampus Aku, si Tante jadi interogasi Aku, mana Mamanya Sony tuh hampir kenal dengan semua keluarga ku. “Cuma acara ulang tahun kok, Tante. Anaknya Om yang disurabaya baru ulang tahun, Tante. Cecil diminta jadi MC dadakan. Makanya gak enak nolak ajakannya.”
“Ohh....”
Fiuhhh.. Untunglah Tante percaya ama omongan ku dan untungnya lagi Tante gak kenal ama Om yang disurabaya, jadi dia mana tahu ulangtahun yang aku bilang benar atau enggak. Segera alihkan pembicaraan.
“Oh ya, Tan, Sony bilang gak kapan dia bakal balik? Udah kangen nih, Tan.”
“Dia gak bilang sih kapan bakal balik, tapi dia Cuma bilang pergi studibandingnya paling lama 5 hari. Rindunya masih bisa ditahan kan?”
“He.he.he..masih bisa kok Tan. Ya udah ya Tan, Cecil masih mau kuliah lagi nih. Kalo ada kabar dari Sony kasih tau Cecil ya. Tante udah tau kan nomor teleponnya Cecil? Byee Tante, and met siang!”
“O.K deh, Cecil, bye.. bye”


***

Aku heran, ngapain sih anak itu studi banding. Studi banding apaan lagi? Mana kakinya masih dalam penyembuhan akibat kejadian 2 bulan yang lalu, karena dia ikut hiking ke gunung. Waktu itu cuaca sedang buruk dan jalan yang harus didaki cukup licin, akibatnya dia terjatuh dan kakinya patah hingga harus di-pen. Sejak saat itu dia gak masuk kuliah selama 4 bulan, dan terkadang kakinya sampai sekarang sering terasa linu-linu. Ada rasa khawatir di hati ku. Jangan-jangan bukannya studi banding, justru dia pergi hiking. Tony terkenal keras kepala untuk soal pergi hiking. Kalau menurut Sony dia harus hiking,ya dia akan pergi meskipun apapun yang menghalangi. Hiking itu hobinya dari SMA. Wah, gawat nih kalo dia emang bebar-benar hiking. Kakinya belum begitu kuat untuk hiking, Aku khawatir kalau-kalau dia….Oh, Tuhan tolong, lindungilah Sony.
Aku harus cari informasi, kemana sebenarnya Sony. Kalau terjadi apa-apa dengan Sony bisa gawat, nih.Aku coba hubungi Narto, temannya Sony di HIMAPALA (Himpunan Mahasiswa Pencinta Alam).
“Hallo, To. Nih, Aku Cecil. To, Lu lagi dimana? Ada Sony gak di situ? Lu tau gak Sony di mana? Aku khawatir, To….”
“Cil, apaan sih, tenang donk, satu-satu nanyanya. Jangan panik gitu, rileks aja, tenang….”
“Tenang..tenang!! Lu gak tau apa, dari kemaren aku nyariin Sony. Kata Mamanya sih, dia pergi studi banding. Emang sekolah kita ngadain studi banding apa? Gak ada kan? Aku  khwatir ama kesehatannya. Lu tau kan, kakainya belum benar-benar sembuh.  Lu pasti tahu Sony sebenarnya ke mana?
“Ya, ellahh, Cil, Cil, emang belum tau ke mana si Sony pergi? Gimana sih, Lu kan pacarnya, masa dia gak cerita ke Lu. Lu ingat deh, ntar lagi tanggal berapa and ada moment penting apa antara Lu ama Sony. Ingat dulu, deh, baru Aku bakal cerita detail ke Elu.”
“Moment penting??? Maksud Lu apa sih, To?”
“Ya, eelllaah, piye toh iki, masa sampean lupa. Ingat, 3 hari lagi tanggal 17 Agustus. Itu hari jadian Lu & Sony. Lu ama Sony udah jadian selama 2 tahun. Dia pengen ngasih sesuatu ke Elu, katanya sih surprise, jadi gak boleh ada yang tau, termasuk gue. Nah, untuk bikin tuh surprise Dia pengen menghilang dulu selama tiga hari, biar bisa ngasih kejutan besar ke Elu. Gitu, Neng. Gue terpaksa deh, bocorin rahasia sedikit. Habis. Lu udah kayak orang yang kebakaran jenggot nanya ke gue. Kata Sony, Lu ada permintaan yang paling Lu harapin selama ini, jadi Dia pengen ngasih itu ke Elu. Hee..heee. Romantis juga pacar Lu ya.”
“Hadiah yang paling, Aku iniginkan??? To, Dia cerita gak dia pergi ke mana untuk buat ini semua?”
“Gak, tucchh, tapi yang pasti, katanya sih, permintaan Lu itu, berat banget, Dia harus ngorbanin sesuatu katanya. Gila, dia sayang banget berarti ama Lu ya, Cil, sampe mau-maunya ngorbanin sesuatu. Emang Lu minta apa sih?”
“Aku??? Aku minta apa ya, ke Sony? Aku juga lupa. To. Gak ada yang spesial tuh, Aku minta. Aku lupa, ach.”
“Ya, Lu ingat dulu. Apa yang paling Lu suka. Mungkin Lu minta mobil, atau  minta pesawat, atau..”
Sayup-sayup, suara Narto sudah tidqak ku hiraukan lagi. Yang ada kini jantungku berdegup kencang sekali. Tiba-tiba teringat percakapanku dengan Sony, 1 bulan yang lalu, sebelum Dia mengalami kecelakaan itu.


***

“Son, jadi besok Kamu pergi hiking ke gunung Bromo?”
“Iya, donk, Cil. Aku pengen liat Gunung Bromo dan apa aja yang ada di sana. Kata orang-orang sih bagus, tapi aku harus buktikan sendiri. Napa? Kamu mau ikut hiking bareng aku juga?”
“Gak lah, ntar Bonyok aku marah-marah. Aku nitip aja, ya. Boleh gak, Sony sayang?” dengan gaya manjaku, Aku merayu Sony.
“Apa, sih, yang gak buat Cecil? Emang mau nitip apa?”
“Gini, Son. Aku tuh pengen banget ke gunung, tapi Lu taulah Ortu ku gimana. Nah, satu hal yang pengen banget ku ambil kalau aku hiking ke gunung ya.. bunga Edelweiss. Aku gak tau, gimana itu bunga Edelweiss. Aku udah nyari kemana-mana tapi gak ada. Jadi, kamu mau gak bawain a bouqet of Edelweiss to Me? Please, Son” ^_^.
“Aduh, aduh. Apa sih, yang enggak buat Kamu, Cil. Jangankan a bouqet, a truck of Edelweiss pun, kalau Aku sangup pasti ku bawain deh.”


***

              Kabarnya, Sony jatuh dan akhirnya kakinya patah karena dia terpeleset. Kata teman-temannya, kondisi saat itu emang sedang hujan, dan mereka mendaki jalan yang agak terjal. Sony orang yang paling semangat untuk mendaki meskipun keadaannya tidak aman. Semangat Sonya katanya karena dia pengen ngasih bunga Edelweiss terbesar untuk Cecil. 
             Edelweiss sekarang udah dilarang untuk dipasarkan, dan mungkin di gunung lain gak ada bunga Edelweiss, yang katanya konon bunga itu adalah lambang keabadian cinta (Eternity Love). Akhirnya, Sony jatuh, tanpa ada satu bungapun yang dibawa. Untungnya Sony gak apa-apa. Dia sempat berpegangan pada batu-batu di tebing, Cuma kakinya yang patah.
            Saat pulang dari hiking, Dia meminta maaf  padaku, dan berjanji akan membawa bunga Edelweiss yang kuinginkan itu. Tapi bagiku bukan bunganya yang terpenting, kehadiran dan keselamatannya yang paling penting dan berharga untuk ku.


***

Mungkinkah sekarang kejutan yang pengen diberikan Sony itu adalah berupa rangkaian bunga Edelweiss. Berarti, kalau begitu, dia pergi hiking ke gunung Bromo. Padahal kondisinya sudah gak fit, kakainya masih dalam tahap penyembuhan, dan kesehatannya belum pulih banget. Oh, jantungku serasa mau berhenti membayangkan jika itu benar.
“Hallo, hallo, Cil, Lu dengar cerita gue gak? Hallooo…Hallooo.. Cil, Lu kenapa?” suara di seberang telepon kembali membuyarkan lamunanku.
“Iya, To, Aku masih dengar, kok. Aku tiba-tiba ngantuk nih. Udah dulu ya. To, Aku boleh minta satu hal gak lagi ke Elu?”
“Apa, sih?”
“To, perasaan Aku ke Sony kok, gak enak ya. Aku khawatir terjadi apa-apa sama Dia. Malam ini, kalau Lu lagi berdoa, tolong doain Sony, biar Dia gak kenapa-napa ya., pliss”
“Tenang, aja Nona Manis, Sony pasti gak apa-apa. Tapi, supaya Lu tenang, Aku pastilah doain Sony. Jangn terlalu khawatir gitu donk. Paling besok juga dia udah pulang, sambil bawa surprise buat Elu. Sekarang, Lu tidur & istirahat aja. Jangan terlalu khawatir, ya.”
“Thanx, banget, To. Met bobo, ya. Byee..”
“Tuuutt..tuuutt..tuut” suara telepon itu suara telepon sudah putus.
Malam itu, setelah Aku menelopon Narto, Aku gak bisa tidur. Aku mikirin Sony terus. Apa sih yang sedang dilakukannya? Aku khawatir kalau nekat pergi hiking. Selama ini, Sony gak pernah cerita kalau Dia bakal pergi hiking lagi. “Tuhan, tolong lindungilah, Sony ku, Aku gak mau terjadi hal-hal yang buruk menimpanya, Amin.”


***

                “Cecil, bangun, Cil, ada telepon dari temanmu, katanya penting banget. Cil... Cecil.... ayoo bangun cepat.. penting, nih.” Ku dengar suara Mama teriak-teriak membangunkanku. Sepintas ku lihat jam wekerku. “Huh, masih jam 5 subuh juga, siapa sih yang menelepon pagi-pagi gini. Ganggu aja.” gumamku dalam hati.
              “Ya, Ma, ehem, ntar ya, Ma”, ujarku sambil bangun dan masih penuh dengan tanda tanya siapa sih yang menelepon pagi-pagi gini.
              “Hallo, siapa nih? Ada apa ya?”
               “Hallo, ini Cecil, ya? Saya Tanti, kakanya Sony.” Suara di seberang sana.
              “O..oo, kak Tanti, ada apa Kak? Ada kabar tentang Sony?” aku bertanya, dan rasanya senang akhirnya keluarga Sony mau berbagi informasi sedikit.
            “Cil.. Sony Cil.... Sony...,” jawab suara di seberang sambil suaranya tiba-tiba berubah menjadi suara tangis yang terhisak-hisak. Ada apa ini? Tanyaku dalam hati. Tiba-tiba rasa khawatirku muncul lagi. Jantungku berdetak kencang banget, menunggu jawaban dari seberang.
              Sejenak di telepon tidak ada percakapan,yang ada hanya isak tangis, dari orang yang bernama Tanti, makin lama makin kencang. Aku makin tak bisa menahan persaanku juga. Air mata juga sudah mulai membendung, tanpa kusadari, Aku juga ikut menangis. Tidak ada kata-kata yang keluar. Kemudian…
“Cil, ternyata Sony pergi hiking, katanya Dia terjatuh dari tebing, Dia terlalu asyik mengumpulkan bunga Edelweiss, katanya itu untuk kamu. Dia terjatuh, dan..dan…” tiba-tiba tangisan suara di sana makin kuat banget, Aku sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Sony.
“Cil, Sony sudah pergi, jauh, jauhh, meninggalkan kita semua.” Aku sudah tidak mendengar lagi suara di seberang sana. Duniaku menjadi gelap, rasanya ada Sony datang di sebelahku. Mendekap untuk yang terakhir kalinya. Kenapa ini terjadi??? Edelweiss, lambang keabadian telah membuat semuanya hancur.
***

Pemakaman Sony sudah selesai. Sekarang Sony ku tersayang berbaring dalam tanah yang dingin. Edelweiss yang dipegangnya sewaktu dia terjatuh, ku simpan karena Aku tahu, dia sangat ingin Aku memilikinya. Penyesalan dan rasa bersalah ada dalam diriku. Seandainya, aku tidak meminta bunga itu, mungkin ini tidak terjadi. Tapi, aku berusaha untuk menjauhkan hal itu dari pikiranku, karena Sony gak mau aku terus-terusan menyesali yang telah terjadi. Edelweiss ini akan ku simpan, untuk menunjukkan bahwa cintamu abadi untukku.



Bandung, 27th May 2007

  

Kamis, 05 Januari 2012

Kembali Menulis dan Berkhayal

Sambil membuka-buka file laptop, saya teringat dengan beberapa cerita pendek yang dulu pernah saya rangkai waktu masih kuliah di Bandung. Apakah file itu masih ada?
Saya cek dan ricek ke file-file penting dan pribadi. Cerpen dan cerita-cerita lain sengaja saya simpan di file pribadi yang tersembunyi  karena saya masih malu cerpen karangan saya dibaca orang lain. Ternyata cerpen saya masih ada. Tersisa 3 cerpen yang sudah benar-benar selesai saya rangkai. Sudah lupa alur ceritanya secara detail. Dengan perasaan malu-malu saya baca lagi cerpen saya, salah satunya berjudul "Edelweiss".

"Bla... bla.. bla..." 10 menit pertama membaca cerpen. Hmm...hmmm.. bahasanya menurut saya bisa dibilang lumayan bagi seorang pemula. 
"Bla... bla... bla..." 15 menit berikutnya dan cerpen pun selesai dibaca. 
Seeerrrr.... perasaan senang tiba-tiba muncul dalam hati saya. Cerpen yang saya tulis ternyata tidak jelek-jelek amat. Untuk kalangan remaja masa saya masih enak untuk dikonsumsi :)


Semangat saya bergejolak. Saya berjanji akan mulai menulis lagi dan mengasah bakat yang jauh terpendam.
Berharap bisa merangkai cerpen-cerpen atau dongeng-dongeng atau apapun bentuknya yang bisa memenuhi rasa lapar dan haus orang akan fantasi, imajinasi atau perasaan orang yang membacanya.

Untuk pertama, akan saya publish cerpen saya "Edelweiss". Kalau bagus, silahkan puji Tuhan yang menitipkan saya talenta, kalau masih jelek boleh tinggalkan kritikan untuk memperbaiki saya ^_^

Saya suka berkhayal, menghayalkan apa saja hingga saya tertidur. Kadang khayalan saya bisa terbawa sampai ke dalam mimpi. Saya berharap Khayalan saya yang membawa saya menulis cerita yang menarik.