Babak baru pun saya mulai.
Saya tidak akan bercerita banyak tentang babak baru kehidupan awal sebagai siswa Perusahaan Migas.
Akan saya ceritakan di judul yang lain. Ini lebih bercerita tentang memenuhi janji setelah mimpi-mimpi terpenuhi.
Diawali dengan daftar ulang di Learning Center, masuk ke asrama dan mendapat teman sekamar baru (Helen dan Marsha).
Berkenalan dan tinggal satu kamar selama 4 bulan cukup membuat kita dekat dan saling terbuka.
Dan kita pun saling bercerita tentang pengalaman sampai bisa sampai ke Perusahaan Migas ini.
Untuk sebulan pertama tinggal di asrama rasanya penuh tekanan. Banyak alasan yang bisa membuat saya tertekan, mungkin karna saya kurang enjoy dengan kegiatan di sana, harus mengenal orang-orang baru, selain itu ditopang dengan gaji yang kurang dari sejuta tipa bulan rasanya sangat tidak enak. selain itu kita tidak bebas untuk keluar masuk asrama. Rasanya seperti burung dalam sangkar. Makanan dan kebutuhan hidup tersedia, tapi kebebesan sangat dibatasi.
Tapi itu hanya berlangsung sebulan, setelah itu saya sudah bisa menikmati kehidupan asrama. Ditambah dengan teman-teman se-divisi saya semuanya sangat-sangat menyenangkan.
Setelah 4 bulan tinggal di asrama Learning Center, akhirnya saya dan teman-teman yang lain dilepaskan untuk siap berkarya di tempat-tempat yang sudah ditentukan.
Saya mendapatkan 3 lokasi untuk berkarya. Diawali dengan daerah Sumatera Bagian Selatan (Plaju, Palembang dan Prabumulih), Balikpapan dan terakhir kembali ke Jakarta.
Senang rasanya bisa berkarya dan bekerja kembali. Tapi ada yang mengganjal pikiran saya, yaitu nazar saya belum saya penuhi atau saya bayar. Tapi saya belum siap untuk botak, karena belum menyiapkan wig untuk menutupi rambut saya kalau botak. Apa kata atasan dan teman kantor saya seandainya mereka melihat ada wanita botak.Bisa-bisa penilaian magang saya mendapat nilai yang jelek dan saya dicap sebagai orang aneh.
Jadi saya putuskan untuk menunda sebulan lagi sambil saya berdoa minta ditunjukkan tempat menjual wig yang bagus dan cukup di kocek saya.
Sebulan berlalu. Tiap malam saya dihantui oleh nazar yang belum dibayar lunas sampai kebawa dalam mimpi. Semoga saya masih dikasih waktu.
Tanpa sengaja, saya dan kedua teman saya sedang berjalan-jalan ke salah satu mall di Palembang, dan di situ saya melihat sebuah toko yang khusus menjual wig. Bukan suatu kebetulan pikir saya.
Singkat cerita saya beli wig tersebut.
Setelah membeli wig, saya tidak langsung membotaki rambut saya. Butuh keberanian untuk melakukannya.
Saya hanya merasa bodoh, sepertinya nazar itu tidak perlu dilakukan. Tuhan pasti maklum kok dengan keadaan saya, pikir saya dalam hati. Tapi kemudian saya diingatkan tentang kesetiaan.
Bagaimana seandainya Tuhan bukanlah Tuhan yang setia dengan perkataanNya? Dia setia, karena itu dia mau anak-anaknya juga setia.
Bagaimana seandainya Tuhan tidak meminta membayar nazar tapi lebih menuntut kepada kesetiaanmu akan perkataan yang sudah pernah kau ucapkan dengan sungguh-sungguh, mau kah kamu melakukannya? Atau bagaimana ini sebagai ujian mu, dimana Tuhan mau melihat kesetiaanmu. Meskipun dengan perkataan yang sepertinya bodoh.
Lama ku doakan dan bicarakan dengan Tuhan. Selain itu saya juga bertanya ke banyak orang tentang janji di hadapan Tuhan, apakah harus dipenuhi atau boleh diganti? Tapi sebagian jawaban mereka menganjurkan agar memenuhi janji saya tersebut.
Dengan mengumpulkan keberanian, akhirnya saya beranikan diri untuk membotak rambut saya. Wig sudah tersedia, alat cukur juga ada, yang kurang hanya keberanian untuk melakukannya.
Bodoh memang, tapi alasan saya ingin melakukannya hanya untuk membuktikan bahwa saya setia dengan perkataan saya. Susah dijelaskan dengan kata-kata mengapa saya bisa berani mengambil keputusan itu. Bagi perempuan, rambut adalah hal yang berharga, sehingga membotak rambut bisa dianggap sebagai keanehan yang diambil oleh perempuan. Gak tau mengapa juga keberanian itu bisa muncul. Mungkin ada keberanian yang terbentuk dari hasil perbincangan saya dengan Tuhan dalam waktu beberapa bulan J
Akhirnya hati sudah bulat. Tanggal 4 Februari 2012 saya putuskan untuk eksekusi pembotakan. Pelaku pembotaknya sendiri teman saya, kebetulan dia selalu membawa mesin penyukur rambutnya kemana-mana.
Saya lega dan bisa berkata bahwa saya menepati janji saya.
Dan saya memakai wig untuk beberapa bulan hingga rambut saya tumbuh :p
Tapi itu hanya berlangsung sebulan, setelah itu saya sudah bisa menikmati kehidupan asrama. Ditambah dengan teman-teman se-divisi saya semuanya sangat-sangat menyenangkan.
Setelah 4 bulan tinggal di asrama Learning Center, akhirnya saya dan teman-teman yang lain dilepaskan untuk siap berkarya di tempat-tempat yang sudah ditentukan.
Saya mendapatkan 3 lokasi untuk berkarya. Diawali dengan daerah Sumatera Bagian Selatan (Plaju, Palembang dan Prabumulih), Balikpapan dan terakhir kembali ke Jakarta.
Senang rasanya bisa berkarya dan bekerja kembali. Tapi ada yang mengganjal pikiran saya, yaitu nazar saya belum saya penuhi atau saya bayar. Tapi saya belum siap untuk botak, karena belum menyiapkan wig untuk menutupi rambut saya kalau botak. Apa kata atasan dan teman kantor saya seandainya mereka melihat ada wanita botak.Bisa-bisa penilaian magang saya mendapat nilai yang jelek dan saya dicap sebagai orang aneh.
Jadi saya putuskan untuk menunda sebulan lagi sambil saya berdoa minta ditunjukkan tempat menjual wig yang bagus dan cukup di kocek saya.
Sebulan berlalu. Tiap malam saya dihantui oleh nazar yang belum dibayar lunas sampai kebawa dalam mimpi. Semoga saya masih dikasih waktu.
Tanpa sengaja, saya dan kedua teman saya sedang berjalan-jalan ke salah satu mall di Palembang, dan di situ saya melihat sebuah toko yang khusus menjual wig. Bukan suatu kebetulan pikir saya.
Singkat cerita saya beli wig tersebut.
Setelah membeli wig, saya tidak langsung membotaki rambut saya. Butuh keberanian untuk melakukannya.
Saya hanya merasa bodoh, sepertinya nazar itu tidak perlu dilakukan. Tuhan pasti maklum kok dengan keadaan saya, pikir saya dalam hati. Tapi kemudian saya diingatkan tentang kesetiaan.
Bagaimana seandainya Tuhan bukanlah Tuhan yang setia dengan perkataanNya? Dia setia, karena itu dia mau anak-anaknya juga setia.
Bagaimana seandainya Tuhan tidak meminta membayar nazar tapi lebih menuntut kepada kesetiaanmu akan perkataan yang sudah pernah kau ucapkan dengan sungguh-sungguh, mau kah kamu melakukannya? Atau bagaimana ini sebagai ujian mu, dimana Tuhan mau melihat kesetiaanmu. Meskipun dengan perkataan yang sepertinya bodoh.
Lama ku doakan dan bicarakan dengan Tuhan. Selain itu saya juga bertanya ke banyak orang tentang janji di hadapan Tuhan, apakah harus dipenuhi atau boleh diganti? Tapi sebagian jawaban mereka menganjurkan agar memenuhi janji saya tersebut.
Dengan mengumpulkan keberanian, akhirnya saya beranikan diri untuk membotak rambut saya. Wig sudah tersedia, alat cukur juga ada, yang kurang hanya keberanian untuk melakukannya.
Bodoh memang, tapi alasan saya ingin melakukannya hanya untuk membuktikan bahwa saya setia dengan perkataan saya. Susah dijelaskan dengan kata-kata mengapa saya bisa berani mengambil keputusan itu. Bagi perempuan, rambut adalah hal yang berharga, sehingga membotak rambut bisa dianggap sebagai keanehan yang diambil oleh perempuan. Gak tau mengapa juga keberanian itu bisa muncul. Mungkin ada keberanian yang terbentuk dari hasil perbincangan saya dengan Tuhan dalam waktu beberapa bulan J
Akhirnya hati sudah bulat. Tanggal 4 Februari 2012 saya putuskan untuk eksekusi pembotakan. Pelaku pembotaknya sendiri teman saya, kebetulan dia selalu membawa mesin penyukur rambutnya kemana-mana.
Saya lega dan bisa berkata bahwa saya menepati janji saya.
Dan saya memakai wig untuk beberapa bulan hingga rambut saya tumbuh :p
tidak kelihatan seperti wig kan? |
Bukan untuk ditiru oleh banyak orang. Setiap orang
boleh membuat janjinya sendiri dihadapan Tuhan.
mbak punya facebook???cerit nya menarik mbak yg ini..saya suka
BalasHapus