Pernah dengar gombalan seperti begini :
Cewek : (pake baju hitam)
Cowok : hai cewek, kamu cantik deh pakai baju merah.
Cewek : hhheee?? Saya kan pakai baju warna hitam. Buta warna ya (senyum nyengir)
Cowok : ternyata benar cinta itu buta, ya. Aku sampai ga bisa membedakan warna baju kamu.
#cuit-cuit...............
Itulah sepenggalan gombalan cinta buta.
Memang cinta itu buta. Bebas logika. Yang diandalkan hanya perasaan saja. Makanya banyak orang yang jatuh karena cinta.. *asikk..
Tapi saya tidak akan membahas cinta buta menurut sastra atau istilah-istilah lain. Saya mau membahas tentang cinta buta menurut hukum.
Pasti tahu ya, kalau di Indonesia, kita memakai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau singkatnya disebut KUHPerdata.
Lantas apa hubungannya cinta dengan KUHPerdata? Menurut saya masih ada hubungannya sedikit.
Saya awali dengan umur yang diperbolehkan untuk menikah menurut KUHPer ya.
Dalam KUHPer diatur, bahwa untuk melakukan pernikahan seorang laki-laki harus berumur 18 (delapan belas) tahun dan seorang wanita berumur 15 (lima belas) tahun, pasal 29 KUHPerdata.
Umur yang relatif muda untuk menikah ya.
Namun di pasal lain dalam KUHPerdata disebutkan, orang dianggap dewasa atau cakap hukum adalah orang yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau yang sudah menikah.
Lantas mengapa satu aturan tersebut mengatur umur yang berbeda? Kenapa ga dibuat saja, untuk melakukan pernikahan seorang pria atau wanita harus berumur 21 tahun saja? Saat mereka dianggap dewasa menurut hukum. Toh pernikahan termasuk dalam peristiwa hukum.
Saya akan mencoba memberikan penjelasannya.
Kenapa KUHPerdata mengatur seorang dianggap dewasa atau cakap hukum saat berumur 21 tahun? Karena dianggap orang yang sudah berumur 21 tahun dapat membedakan resiko untung rugi. Pola pikirnya sudah lebih matang, sudah banyak hal yang dilalui, dan diharapkan tingkat pendidikannya juga sudah tinggi.
Dan berbicara mengenai hukum perdata, kebanyakan adalah mengenai untung dan rugi saja.
Selain itu bicara bisnis juga adalah bicara mengenai untung rugi. Sehingga, Hukum perdata menganggap orang yang sudah berumur 21 tahun sudah matang pemikirannya jadi dapat membuat keputusan tentang untung dan rugi dan sudah memahami hukum itu sendiri.
Sepertinya itulah alasan dewasa menurut Perdata harus berumur 21 tahun.
Lalu mengapa menikah hanya perlu umur 18 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk wanita?
Karena menikah tidak melihat untung dan rugi tapi hanya didasarkan pada perasaan. Perasaan yang namanya cinta. Yang terjadi dikarenakan reaksi hormonal dalam tubuh.
Karena itulah orang menganggap bahwa cinta itu buta. Buta untuk membedakan untung dan rugi. Sehingga cukuplah kalau mau menikah (asal sudah akhil baliq) dengan batasan umur 18 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk wanita.
Memang cinta itu buta..
Cewek : (pake baju hitam)
Cowok : hai cewek, kamu cantik deh pakai baju merah.
Cewek : hhheee?? Saya kan pakai baju warna hitam. Buta warna ya (senyum nyengir)
Cowok : ternyata benar cinta itu buta, ya. Aku sampai ga bisa membedakan warna baju kamu.
#cuit-cuit...............
Itulah sepenggalan gombalan cinta buta.
Memang cinta itu buta. Bebas logika. Yang diandalkan hanya perasaan saja. Makanya banyak orang yang jatuh karena cinta.. *asikk..
Tapi saya tidak akan membahas cinta buta menurut sastra atau istilah-istilah lain. Saya mau membahas tentang cinta buta menurut hukum.
Pasti tahu ya, kalau di Indonesia, kita memakai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau singkatnya disebut KUHPerdata.
Lantas apa hubungannya cinta dengan KUHPerdata? Menurut saya masih ada hubungannya sedikit.
Saya awali dengan umur yang diperbolehkan untuk menikah menurut KUHPer ya.
Dalam KUHPer diatur, bahwa untuk melakukan pernikahan seorang laki-laki harus berumur 18 (delapan belas) tahun dan seorang wanita berumur 15 (lima belas) tahun, pasal 29 KUHPerdata.
Umur yang relatif muda untuk menikah ya.
Namun di pasal lain dalam KUHPerdata disebutkan, orang dianggap dewasa atau cakap hukum adalah orang yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau yang sudah menikah.
Lantas mengapa satu aturan tersebut mengatur umur yang berbeda? Kenapa ga dibuat saja, untuk melakukan pernikahan seorang pria atau wanita harus berumur 21 tahun saja? Saat mereka dianggap dewasa menurut hukum. Toh pernikahan termasuk dalam peristiwa hukum.
Saya akan mencoba memberikan penjelasannya.
Kenapa KUHPerdata mengatur seorang dianggap dewasa atau cakap hukum saat berumur 21 tahun? Karena dianggap orang yang sudah berumur 21 tahun dapat membedakan resiko untung rugi. Pola pikirnya sudah lebih matang, sudah banyak hal yang dilalui, dan diharapkan tingkat pendidikannya juga sudah tinggi.
Dan berbicara mengenai hukum perdata, kebanyakan adalah mengenai untung dan rugi saja.
Selain itu bicara bisnis juga adalah bicara mengenai untung rugi. Sehingga, Hukum perdata menganggap orang yang sudah berumur 21 tahun sudah matang pemikirannya jadi dapat membuat keputusan tentang untung dan rugi dan sudah memahami hukum itu sendiri.
Sepertinya itulah alasan dewasa menurut Perdata harus berumur 21 tahun.
Lalu mengapa menikah hanya perlu umur 18 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk wanita?
Karena menikah tidak melihat untung dan rugi tapi hanya didasarkan pada perasaan. Perasaan yang namanya cinta. Yang terjadi dikarenakan reaksi hormonal dalam tubuh.
Karena itulah orang menganggap bahwa cinta itu buta. Buta untuk membedakan untung dan rugi. Sehingga cukuplah kalau mau menikah (asal sudah akhil baliq) dengan batasan umur 18 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk wanita.
Memang cinta itu buta..