Halaman

Senin, 16 Januari 2012

Mana Yang Lebih Baik?



Dalam suatu Suku yang terkenal besar dan terkenal akrab dengan suku lainnya, tertuang salah satu titah Raja yang menyatakan untuk tidak memberikan salam menurut bahasa suku mereka kepada suku lain dan mengucapkan selamat kepada suku lain saat suku lain merayakan ulang tahun raja mereka. Atau secara singkat Suku Besar itu hanya boleh memberi salam kepada sesama Suku Besar dan hanya boleh merayakan ulang tahun dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Raja Suku Besar.

Siapa saja yang melanggar titah Raja itu dianggap sebagai penghianat dan akan diberi hukuman : keluar dan dikucilkan dari suku, karena dengan memberi salam dan ucapan selamat maka orang itu dianggap menjadi bagian suku lain.
Berpuluh-puluh tahun Sang Raja memerintah dan rakyatnya hidup dalam kecukupan, berbahagia, hidup rukun dengan sesama dan selalu memuji-muji Raja. Semua titah Raja mereka ikuti dan sungguh sang Raja sangat kharismatik di mata rakyatnya.


Sampai akhirnya Raja meninggal. Tapi titahnya masih terus diikuti karena dianggap memberi aturan yang baik untuk kehidupan Suku Besar tersebut. Seiring dengan bergantinya tahun keturunan Raja dan orang-orang yang mengagumi Raja semakin banyak.

Tahun berganti tahun dan jaman kerajaan berganti juga menjadi masa kejayaan komputer. Suku yang besar tadipun sudah mulai mengikuti masa kejayaan itu. Beberapa titah Raja yang sudah tidak sesuai, dikesempingkan oleh Suku Besar tersebut. Suku itupun mulai hidup dalam kecemaran. Sering mereka melakukan beberapa perbuatan yang tidak sesuai dengan Titah, diantaranya mulai mabuk-mabukkan, mencuri, melakukan fitnah dan tindakan yang tidak terpuji. Sebagian dari Suku Besar itu mulai meninggalkan titah Raja, namun masih ada beberapa orang yang masih hidup sesuai dengan Titah.

Suku Besar tadi, tetap hidup berdampingan dengan suku yang lainnya. Dalam kehidupan yang berdampingan itu, mereka mulai memberi salam kepada bukan yang sesuku dengan mereka dan menerima salam juga dari yang bukan sesuku. Tak jarang mereka pun ikut memberi ucapan selamat kepada suku lain yang merayakan ulang tahun raja mereka.

Orang-orang yang masih keturunan Raja tidak terikut dengan pelanggaran yang terjadi, bahkan mereka masih memuja ajaran dan Titah Raja. Mereka mulai melihat bahwa keadaan sekarang sudah tidak sesuai dengan ajaran Raja dahulu.  Mereka mulai mendakwahkan kembali Titah-titah Raja yang sudah lama dilupakan, merangkul orang-orang yang masih hidup sesuai dengan Titah Raja agar mereka kembali menegakkan Titah Raja yang telah memberikan masa-masa keemasan untuk mereka. Hingga akhirnya sebagian besar dari Suku tadi mulai menghidupi Titah Raja lagi sehingga mereka menjadi sangat kharismatik hidupnya.

Namun , terjadilah hal-hal yang mulai bergesekkan. Antara Suku Besar dengan Suku lainnya.

Saat suku lain datang, mereka menganggap suku lain itu sebagai bukan bagian dari mereka. Mereka tidak lagi mengucapkan salam kepada suku lain. Karena sesuai titah Raja, jika mereka mengucapkan salam kepada suku lain mereka adalah bagian dari suku itu dan bukan bagian istimewa dari Suku Besar. Saat suku lain merayakan peringatan hari ulangtahun raja mereka, maka mereka sudah tidak lagi mengucapkan selamat, karena mereka takut dihukum.


Tapi dalam perbuatannya, tak jarang juga mereka yang sudah kembali kepada Titah Raja masih terjatuh dalam berbagai pelanggaran dan kecemaran. Mereka mulai mengambil hak yang bukan hak mereka secara diam-diam, melakukan tindakan-tindakan kecurangan yang kecil, mereka membunuh orang yang bukan dari suku mereka, mulai membenci orang yang tidak sesuku dengan mereka dan pelanggaran kecil lainnya.

Manakah yang lebih buruk apabila melanggar titah raja tadi? Manakah yang lebih pantas mendapat hukuman apabila dilanggar oleh Suku Besar itu? Memberi salam kepada orang yang bukan sesuku dan ucapan selamat kepada yang bukan sesukukah atau melakukan kecurangan-kecurangan kecil yang merugikan orang lain? Memberi salamkah atau mengambil hak yang bukan hak mereka secara diam-diam? Apakah salah kalau hanya memberi salam dan ucapan selamat kepada orang yang bukan sesuku?

Suku itu tidak salah, tidak juga raja yang salah. Tapi hanya mengapa titah raja tidak bisa fleksibel mengikuti kasih kemanusiaan yang tidak memandang suku dan selalu bergerak kepada siapa saja yang membutuhkan.

"Ujilah segala sesuatu dan lakukanlah yang baik"

hanya ilustrasi untuk membuat hidup sedikit lebih baik....






Jumat, 06 Januari 2012

EDELWEISS


Story created by me....
Only happened in my delusion.

EDELWEISS

Sudah tiga hari Sony gak datang ke kampus. Apa mungkin sakitnya kumat lagi atau dia lagi ada masalah ya? Tapi masa dia gak curhat ke Aku. Aku kan pacarnya. Tega benar sih dia buat aku bingung nyariin. Aku udah nanyaiin teman-teman dekatnya di kampus tapi gak ada yang tahu. Ke mana ya anak itu?
Atau mungkin dia benar-benar sakit. Saat itu juga aku langsung menghubungi ke rumahnya. “Hallo, selamat siang,” sapa suara dari seberang.
“Siang, Tante. Ini Cecil, Sonynya ada Tan? Kok Udah tiga hari dia gak masuk kuliah? Dia ke mana ya?”
“Lho, Cecil bukannya pergi studi banding bareng Sony? Sony bilang mau tour ama kamu, ada acara kegiatan kampus”
Ha, pergi studi banding? Sony pergi studi banding? Berarti dia bohong dong sama Mamanya, mana dia bawa-bawa nama Aku lagi. Gimana nih Aku jawab. Kalo Aku bilang enggak, ntar mamanya khawatir lagi.
“Halo, nak Cecil, gimana? Masa gak bareng Sony? Jadi Sony ke mana ya?”
Wah, si Tante udah mulai khawatir nih. Gimana ya? “Oh…, studi banding yang itu, Tan. Cecil baru ingat. Kemaren emang Sony ngajakin saya, cuma Cecil gak ikut karena Cecil ada acara keluarga di rumah kemaren, Tan”, ujarku seraya berbohong ke mamanya Sony.
“Acara keluarga apa, Cil?”
Ha???? Mampus Aku, si Tante jadi interogasi Aku, mana Mamanya Sony tuh hampir kenal dengan semua keluarga ku. “Cuma acara ulang tahun kok, Tante. Anaknya Om yang disurabaya baru ulang tahun, Tante. Cecil diminta jadi MC dadakan. Makanya gak enak nolak ajakannya.”
“Ohh....”
Fiuhhh.. Untunglah Tante percaya ama omongan ku dan untungnya lagi Tante gak kenal ama Om yang disurabaya, jadi dia mana tahu ulangtahun yang aku bilang benar atau enggak. Segera alihkan pembicaraan.
“Oh ya, Tan, Sony bilang gak kapan dia bakal balik? Udah kangen nih, Tan.”
“Dia gak bilang sih kapan bakal balik, tapi dia Cuma bilang pergi studibandingnya paling lama 5 hari. Rindunya masih bisa ditahan kan?”
“He.he.he..masih bisa kok Tan. Ya udah ya Tan, Cecil masih mau kuliah lagi nih. Kalo ada kabar dari Sony kasih tau Cecil ya. Tante udah tau kan nomor teleponnya Cecil? Byee Tante, and met siang!”
“O.K deh, Cecil, bye.. bye”


***

Aku heran, ngapain sih anak itu studi banding. Studi banding apaan lagi? Mana kakinya masih dalam penyembuhan akibat kejadian 2 bulan yang lalu, karena dia ikut hiking ke gunung. Waktu itu cuaca sedang buruk dan jalan yang harus didaki cukup licin, akibatnya dia terjatuh dan kakinya patah hingga harus di-pen. Sejak saat itu dia gak masuk kuliah selama 4 bulan, dan terkadang kakinya sampai sekarang sering terasa linu-linu. Ada rasa khawatir di hati ku. Jangan-jangan bukannya studi banding, justru dia pergi hiking. Tony terkenal keras kepala untuk soal pergi hiking. Kalau menurut Sony dia harus hiking,ya dia akan pergi meskipun apapun yang menghalangi. Hiking itu hobinya dari SMA. Wah, gawat nih kalo dia emang bebar-benar hiking. Kakinya belum begitu kuat untuk hiking, Aku khawatir kalau-kalau dia….Oh, Tuhan tolong, lindungilah Sony.
Aku harus cari informasi, kemana sebenarnya Sony. Kalau terjadi apa-apa dengan Sony bisa gawat, nih.Aku coba hubungi Narto, temannya Sony di HIMAPALA (Himpunan Mahasiswa Pencinta Alam).
“Hallo, To. Nih, Aku Cecil. To, Lu lagi dimana? Ada Sony gak di situ? Lu tau gak Sony di mana? Aku khawatir, To….”
“Cil, apaan sih, tenang donk, satu-satu nanyanya. Jangan panik gitu, rileks aja, tenang….”
“Tenang..tenang!! Lu gak tau apa, dari kemaren aku nyariin Sony. Kata Mamanya sih, dia pergi studi banding. Emang sekolah kita ngadain studi banding apa? Gak ada kan? Aku  khwatir ama kesehatannya. Lu tau kan, kakainya belum benar-benar sembuh.  Lu pasti tahu Sony sebenarnya ke mana?
“Ya, ellahh, Cil, Cil, emang belum tau ke mana si Sony pergi? Gimana sih, Lu kan pacarnya, masa dia gak cerita ke Lu. Lu ingat deh, ntar lagi tanggal berapa and ada moment penting apa antara Lu ama Sony. Ingat dulu, deh, baru Aku bakal cerita detail ke Elu.”
“Moment penting??? Maksud Lu apa sih, To?”
“Ya, eelllaah, piye toh iki, masa sampean lupa. Ingat, 3 hari lagi tanggal 17 Agustus. Itu hari jadian Lu & Sony. Lu ama Sony udah jadian selama 2 tahun. Dia pengen ngasih sesuatu ke Elu, katanya sih surprise, jadi gak boleh ada yang tau, termasuk gue. Nah, untuk bikin tuh surprise Dia pengen menghilang dulu selama tiga hari, biar bisa ngasih kejutan besar ke Elu. Gitu, Neng. Gue terpaksa deh, bocorin rahasia sedikit. Habis. Lu udah kayak orang yang kebakaran jenggot nanya ke gue. Kata Sony, Lu ada permintaan yang paling Lu harapin selama ini, jadi Dia pengen ngasih itu ke Elu. Hee..heee. Romantis juga pacar Lu ya.”
“Hadiah yang paling, Aku iniginkan??? To, Dia cerita gak dia pergi ke mana untuk buat ini semua?”
“Gak, tucchh, tapi yang pasti, katanya sih, permintaan Lu itu, berat banget, Dia harus ngorbanin sesuatu katanya. Gila, dia sayang banget berarti ama Lu ya, Cil, sampe mau-maunya ngorbanin sesuatu. Emang Lu minta apa sih?”
“Aku??? Aku minta apa ya, ke Sony? Aku juga lupa. To. Gak ada yang spesial tuh, Aku minta. Aku lupa, ach.”
“Ya, Lu ingat dulu. Apa yang paling Lu suka. Mungkin Lu minta mobil, atau  minta pesawat, atau..”
Sayup-sayup, suara Narto sudah tidqak ku hiraukan lagi. Yang ada kini jantungku berdegup kencang sekali. Tiba-tiba teringat percakapanku dengan Sony, 1 bulan yang lalu, sebelum Dia mengalami kecelakaan itu.


***

“Son, jadi besok Kamu pergi hiking ke gunung Bromo?”
“Iya, donk, Cil. Aku pengen liat Gunung Bromo dan apa aja yang ada di sana. Kata orang-orang sih bagus, tapi aku harus buktikan sendiri. Napa? Kamu mau ikut hiking bareng aku juga?”
“Gak lah, ntar Bonyok aku marah-marah. Aku nitip aja, ya. Boleh gak, Sony sayang?” dengan gaya manjaku, Aku merayu Sony.
“Apa, sih, yang gak buat Cecil? Emang mau nitip apa?”
“Gini, Son. Aku tuh pengen banget ke gunung, tapi Lu taulah Ortu ku gimana. Nah, satu hal yang pengen banget ku ambil kalau aku hiking ke gunung ya.. bunga Edelweiss. Aku gak tau, gimana itu bunga Edelweiss. Aku udah nyari kemana-mana tapi gak ada. Jadi, kamu mau gak bawain a bouqet of Edelweiss to Me? Please, Son” ^_^.
“Aduh, aduh. Apa sih, yang enggak buat Kamu, Cil. Jangankan a bouqet, a truck of Edelweiss pun, kalau Aku sangup pasti ku bawain deh.”


***

              Kabarnya, Sony jatuh dan akhirnya kakinya patah karena dia terpeleset. Kata teman-temannya, kondisi saat itu emang sedang hujan, dan mereka mendaki jalan yang agak terjal. Sony orang yang paling semangat untuk mendaki meskipun keadaannya tidak aman. Semangat Sonya katanya karena dia pengen ngasih bunga Edelweiss terbesar untuk Cecil. 
             Edelweiss sekarang udah dilarang untuk dipasarkan, dan mungkin di gunung lain gak ada bunga Edelweiss, yang katanya konon bunga itu adalah lambang keabadian cinta (Eternity Love). Akhirnya, Sony jatuh, tanpa ada satu bungapun yang dibawa. Untungnya Sony gak apa-apa. Dia sempat berpegangan pada batu-batu di tebing, Cuma kakinya yang patah.
            Saat pulang dari hiking, Dia meminta maaf  padaku, dan berjanji akan membawa bunga Edelweiss yang kuinginkan itu. Tapi bagiku bukan bunganya yang terpenting, kehadiran dan keselamatannya yang paling penting dan berharga untuk ku.


***

Mungkinkah sekarang kejutan yang pengen diberikan Sony itu adalah berupa rangkaian bunga Edelweiss. Berarti, kalau begitu, dia pergi hiking ke gunung Bromo. Padahal kondisinya sudah gak fit, kakainya masih dalam tahap penyembuhan, dan kesehatannya belum pulih banget. Oh, jantungku serasa mau berhenti membayangkan jika itu benar.
“Hallo, hallo, Cil, Lu dengar cerita gue gak? Hallooo…Hallooo.. Cil, Lu kenapa?” suara di seberang telepon kembali membuyarkan lamunanku.
“Iya, To, Aku masih dengar, kok. Aku tiba-tiba ngantuk nih. Udah dulu ya. To, Aku boleh minta satu hal gak lagi ke Elu?”
“Apa, sih?”
“To, perasaan Aku ke Sony kok, gak enak ya. Aku khawatir terjadi apa-apa sama Dia. Malam ini, kalau Lu lagi berdoa, tolong doain Sony, biar Dia gak kenapa-napa ya., pliss”
“Tenang, aja Nona Manis, Sony pasti gak apa-apa. Tapi, supaya Lu tenang, Aku pastilah doain Sony. Jangn terlalu khawatir gitu donk. Paling besok juga dia udah pulang, sambil bawa surprise buat Elu. Sekarang, Lu tidur & istirahat aja. Jangan terlalu khawatir, ya.”
“Thanx, banget, To. Met bobo, ya. Byee..”
“Tuuutt..tuuutt..tuut” suara telepon itu suara telepon sudah putus.
Malam itu, setelah Aku menelopon Narto, Aku gak bisa tidur. Aku mikirin Sony terus. Apa sih yang sedang dilakukannya? Aku khawatir kalau nekat pergi hiking. Selama ini, Sony gak pernah cerita kalau Dia bakal pergi hiking lagi. “Tuhan, tolong lindungilah, Sony ku, Aku gak mau terjadi hal-hal yang buruk menimpanya, Amin.”


***

                “Cecil, bangun, Cil, ada telepon dari temanmu, katanya penting banget. Cil... Cecil.... ayoo bangun cepat.. penting, nih.” Ku dengar suara Mama teriak-teriak membangunkanku. Sepintas ku lihat jam wekerku. “Huh, masih jam 5 subuh juga, siapa sih yang menelepon pagi-pagi gini. Ganggu aja.” gumamku dalam hati.
              “Ya, Ma, ehem, ntar ya, Ma”, ujarku sambil bangun dan masih penuh dengan tanda tanya siapa sih yang menelepon pagi-pagi gini.
              “Hallo, siapa nih? Ada apa ya?”
               “Hallo, ini Cecil, ya? Saya Tanti, kakanya Sony.” Suara di seberang sana.
              “O..oo, kak Tanti, ada apa Kak? Ada kabar tentang Sony?” aku bertanya, dan rasanya senang akhirnya keluarga Sony mau berbagi informasi sedikit.
            “Cil.. Sony Cil.... Sony...,” jawab suara di seberang sambil suaranya tiba-tiba berubah menjadi suara tangis yang terhisak-hisak. Ada apa ini? Tanyaku dalam hati. Tiba-tiba rasa khawatirku muncul lagi. Jantungku berdetak kencang banget, menunggu jawaban dari seberang.
              Sejenak di telepon tidak ada percakapan,yang ada hanya isak tangis, dari orang yang bernama Tanti, makin lama makin kencang. Aku makin tak bisa menahan persaanku juga. Air mata juga sudah mulai membendung, tanpa kusadari, Aku juga ikut menangis. Tidak ada kata-kata yang keluar. Kemudian…
“Cil, ternyata Sony pergi hiking, katanya Dia terjatuh dari tebing, Dia terlalu asyik mengumpulkan bunga Edelweiss, katanya itu untuk kamu. Dia terjatuh, dan..dan…” tiba-tiba tangisan suara di sana makin kuat banget, Aku sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Sony.
“Cil, Sony sudah pergi, jauh, jauhh, meninggalkan kita semua.” Aku sudah tidak mendengar lagi suara di seberang sana. Duniaku menjadi gelap, rasanya ada Sony datang di sebelahku. Mendekap untuk yang terakhir kalinya. Kenapa ini terjadi??? Edelweiss, lambang keabadian telah membuat semuanya hancur.
***

Pemakaman Sony sudah selesai. Sekarang Sony ku tersayang berbaring dalam tanah yang dingin. Edelweiss yang dipegangnya sewaktu dia terjatuh, ku simpan karena Aku tahu, dia sangat ingin Aku memilikinya. Penyesalan dan rasa bersalah ada dalam diriku. Seandainya, aku tidak meminta bunga itu, mungkin ini tidak terjadi. Tapi, aku berusaha untuk menjauhkan hal itu dari pikiranku, karena Sony gak mau aku terus-terusan menyesali yang telah terjadi. Edelweiss ini akan ku simpan, untuk menunjukkan bahwa cintamu abadi untukku.



Bandung, 27th May 2007

  

Kamis, 05 Januari 2012

Kembali Menulis dan Berkhayal

Sambil membuka-buka file laptop, saya teringat dengan beberapa cerita pendek yang dulu pernah saya rangkai waktu masih kuliah di Bandung. Apakah file itu masih ada?
Saya cek dan ricek ke file-file penting dan pribadi. Cerpen dan cerita-cerita lain sengaja saya simpan di file pribadi yang tersembunyi  karena saya masih malu cerpen karangan saya dibaca orang lain. Ternyata cerpen saya masih ada. Tersisa 3 cerpen yang sudah benar-benar selesai saya rangkai. Sudah lupa alur ceritanya secara detail. Dengan perasaan malu-malu saya baca lagi cerpen saya, salah satunya berjudul "Edelweiss".

"Bla... bla.. bla..." 10 menit pertama membaca cerpen. Hmm...hmmm.. bahasanya menurut saya bisa dibilang lumayan bagi seorang pemula. 
"Bla... bla... bla..." 15 menit berikutnya dan cerpen pun selesai dibaca. 
Seeerrrr.... perasaan senang tiba-tiba muncul dalam hati saya. Cerpen yang saya tulis ternyata tidak jelek-jelek amat. Untuk kalangan remaja masa saya masih enak untuk dikonsumsi :)


Semangat saya bergejolak. Saya berjanji akan mulai menulis lagi dan mengasah bakat yang jauh terpendam.
Berharap bisa merangkai cerpen-cerpen atau dongeng-dongeng atau apapun bentuknya yang bisa memenuhi rasa lapar dan haus orang akan fantasi, imajinasi atau perasaan orang yang membacanya.

Untuk pertama, akan saya publish cerpen saya "Edelweiss". Kalau bagus, silahkan puji Tuhan yang menitipkan saya talenta, kalau masih jelek boleh tinggalkan kritikan untuk memperbaiki saya ^_^

Saya suka berkhayal, menghayalkan apa saja hingga saya tertidur. Kadang khayalan saya bisa terbawa sampai ke dalam mimpi. Saya berharap Khayalan saya yang membawa saya menulis cerita yang menarik.